TNews, NABIRE – Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh BPJS Kesehatan terus menghadirkan perlindungan di bidang kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Salah satu penerima manfaatnya adalah Juwita Yuli Salong (62), peserta yang secara rutin menjalani terapi cuci darah di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Nabire.
Ia didiagnosis menderita penyakit gagal ginjal, yakni kondisi ketika ginjal tidak lagi berfungsi secara optimal sehingga harus menjalani cuci darah dua kali dalam seminggu.
Program JKN hadir sebagai solusi untuk membantu meringankan beban finansialnya dalam memperoleh layanan kesehatan.
“Awalnya saya hanya sakit asam urat. Pernah saat di Makassar, asam urat saya kambuh hingga tidak bisa berjalan, akhirnya saya ke rumah sakit dan diberikan obat. Setelah pulang ke Nabire, asam urat saya sering kambuh dan saya lebih sering meminum obat antinyeri. Saya sudah dilarang sama anak-anak untuk terus meminum obat antinyeri karena bisa berpengaruh ke ginjal saya, namun saya selalu mengonsumsi obat nyeri tersebut ketika asam urat saya kambuh,” cerita Juwita, Jumat (24/10) di ruang hemodialisa.
Seiring berjalannya waktu, gejala yang Juwita alami tidak kunjung membaik. Kekhawatiran pun semakin ia rasakan. Kekhawatiran itulah yang mendorong Juwita untuk melakukan pemeriksaan diri ke puskesmas tempat ia terdaftar.
“Awalnya saya tidak tahu kalau saya mengalami gagal ginjal. Suami dan anak-anak saya berusaha menyembunyikan hal itu. Padahal gejala saya hanya berupa nyeri di bagian rusuk belakang. Namun karena perlu tindakan lebih lanjut, akhirnya mereka memberi tahu bahwa saya perlu melakukan cuci darah,” ceritanya.
Mendengar hal tersebut, Juwita mengaku kaget. Dirinya tidak pernah menyangka bahwa gejala penyakit yang awalnya ia anggap ringan berubah menjadi sesuatu yang serius.
“Saya selama ini tidak teredukasi soal cuci darah, jadi takut untuk melakukannya. Selama satu tahun saya belum mau menjalani cuci darah, hingga akhirnya saya benar-benar sudah tidak bisa beraktivitas, ke kamar mandi saja harus digendong. Karena kondisi itu, saya akhirnya memutuskan untuk melakukan cuci darah,” ceritanya
Setelah melakukan cuci darah, Juwita merasakan perubahan yang signifikan pada dirinya. Ia bisa beraktivitas kembali seperti dulu sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT) dan mengikuti kegiatan lainnya.
“Mungkin kalau orang yang tidak kenal saya pasti tidak tahu kalau saya sedang sakit, karena saya bisa beraktivitas normal seperti biasanya, bahkan masih bisa melayani di gereja. Namun jika waktunya cuci darah di hari Selasa dan Jumat, saya wajib pergi,” tuturnya.
Menjalani cuci darah tidak hanya menimbulkan rasa sakit secara fisik, tetapi juga memberikan beban finansial yang berat. Juwita sempat berusaha menanggung seluruh biaya secara mandiri. Jika dihitung dalam setahun, pengeluaran tersebut bisa sangat membebani.
Menurutnya, berapa pun besarnya penghasilan tidak akan cukup untuk menutupi seluruh biaya pengobatan.
“Sebelumnya saya sempat menjalani cuci darah dengan biaya mandiri, namun lama-kelamaan terasa makin berat. Untuk satu kali cuci darah saja bisa mencapai tiga juta rupiah. Walaupun anak-anak yang membayar, tapi kasihan juga uangnya habis hanya untuk di rumah sakit,” ujar Juwita.
Juwita telah menjadi peserta JKN pada segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) kelas satu. Ia merasa tidak terbebani dengan iuran yang dibayarkan setiap bulan, karena dengan membayar rutin dirinya dan keluarga bisa menggunakan layanan kesehatan kapan saja.
“Sejak memanfaatkan Program JKN, secara finansial saya sangat terbantu. Pelayanan yang diberikan oleh perawat dan dokter di RSUD Nabire sangat ramah, dan tidak ada biaya tambahan selain iuran setiap bulannya,” ujarnya.
Dari pengalamannya itu, Juwita yang awalnya pesimis kini menjadi lebih bersemangat untuk menjalani kehidupan barunya. Ia juga menyebut banyak hal yang dapat dipetik dari perjalanan hemodialisis tersebut, khususnya tentang manfaat nyata dari Program JKN. Berkat gotong royong seluruh masyarakat Indonesia yang membayarkan iuran, banyak orang yang terhindar dari mahalnya biaya pengobatan, termasuk perawatan cuci darah yang dijalaninya. Oleh karena itu, Juwita sangat mendukung keberlanjutan program ini.*













